Rabu, 11 Februari 2009

Ibu Karen dan Proses Tranformasi di Pertamina


PDAM Tirta Siak ikut juga

* Written by Yodhia Antariksa
* Posted February 9, 2009 at 2:00 am

Ibu Karen Agustiawan akhirnya terpilih sebagai CEO Pertamina; satu jabatan teramat penting untuk sebuah perusahaan raksasa paling besar di tanah air (gross revenue Pertamina tahun lalu sekitar Rp 500 trilyun atau separoh dari APBN Indonesia). Dihadapannya menunggu sang supertanker yang harus ia kendalikan untuk menembus samudra luas nan membentang, menuju sebuah pulau impian bernama “Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat Indonesia”. Sebuah tugas maha berat untuk seorang Ibu dengan tiga anak yang menjelang dewasa.

Kisah transformasi Pertamina pada akhirnya memang sebuah babakan panjang yang teramat terjal nan berliku. Change management dan corporate transformation adalah dua kata yang mungkin teramat indah untuk dipahatkan pada sebuah dinding berbatu marmer. Namun dua idiom itu terasa selalu pecah berkeping-keping setiap kali hendak dijejakkan pada sebuah rumah besar bernama Pertamina.

Sebelum melangkah jauh, ada baiknya diingat kendala struktural yang menjelaskan mengapa proses transformasi di Pertamina selalu berjalan terguncang-guncang. Yang paling mencolok adalah fakta bahwa Pertamina belum sepenuhnya otonom dan independen dari pengaruh intervensi kebijakan pemerintah. Inilah faktor krusial yang sebagian bisa menjelaskan mengapa kinerja Pertamina kini kalah jauh dibanding Petronas – sebuah perusahaan minyak yang dulu justru banyak berguru padanya. Toh demikian, perjalanan mengejar Petronas juga bukan hal yang mustahil (impossible is nothing, begitu kata sebuah slogan). Disana selalu ada asa yang terus menggantung untuk direngkuh; dan selalu ada kesempatan bagi Pertamina untuk menjadi perusahaan kelas dunia yang disegani.

Berikut tiga tindakan kunci yang mungkin kelak bisa mengibarkan bendera kejayaan Pertamina. Tindakan yang pertama adalah memilih CEO yang visioner, kredibel dan memiliki kapasitas yang menjulang untuk mengeksekusi proses transformasi secara sukses. Saya membayangkan CEO yang dibutuhkan Pertamina adalah sosok yang mirip-mirip mendiang Cacuk Sudarijanto (yang dulu melakukan tansfromasi di Telkom dengan berhasil) atau Robby Djohan (sosok yang sukses melakukan turn around di Garuda dan Bank Mandiri). Sayangnya, angan-angan ini segera redup ketika tahu Ibu Karen yang terpilih menjadi CEO.

Okay, Ibu Karen is brilliant and fearless female. Namun visi dan kualitas leadership yang dimilikinya tampaknya belum pernah teruji dengan solid. Dengan kata lain, jam terbang yang disandangnya boleh jadi tak cukup tangguh untuk menggerakkan supertanker menuju bahtera yang lebih cemerlang. Jadi disini masalahnya adalah jam terbang. Flying watch, kalau kata Tukul. Mudah-mudahan sekali estimasi saya ini tidak sepenuhnya benar.

Tindakan kedua yang mungkin juga perlu dilakukan adalah memberikan otonomi penuh serta waktu yang cukup kepada CEO yang terpilih. Otonomi yang luas dari pemerintah sebagai pemegang saham diperlukan agar sang CEO bisa mengambil keputusan strategis yang penting bagi masa depan Pertamina. Dan elemen waktu amat penting sebab dengan itu akan bisa terjamin kontinuitas kepemipinan. Layak dicatat, tiga CEO terakhir yang memimpin Pertamina tidak pernah bertahan lebih dari tiga tahun. Dan sungguh ini sebuah contoh dramatis tentang betapa buruknya proses sucession planning di Pertamina. Kedepan kisah tragis semacam ini mesti dihindari tatkala Pertamina hendak menjadi a world class company.

Tindakan terkahir yang juga amat penting adalah ini : sang CEO – siapapun dia – selayaknya mengalokasikan waktu hingga 60 s/d 75 % untuk focus only on people. Sementara masalah strategi, pemasaran, keuangan dan proses bisnis cukup ia serahkan pada jajaran direksi atau manajernya. Jack Welch, bekas CEO legendaris dari GE itu pernah berujar, ia mengalokasikan waktu hingga 60 % untuk mengelola isu SDM. Sebab, ia melanjutkan, masalah people development terlalu penting untuk didelegasikan pada orang lain. Itulah kenapa ketika ditanya apa rahasia kunci dibalik keberhasilannya melakukan proses transformasi di GE, ia berujar pendek : my strong ability on managing and devoloping great people.

Saya selalu membayangkan, mestinya Pertamina bisa memiliki semacam pusat pengembangan ekesekutif yang top markotop layaknya GE Executive Development Center yang kondang itu. Sebuah pusat pengembangan yang bisa menelorkan top executive masa depan dengan mutu kelas dunia. Dan saya membayangkan, sang CEO sendiri yang langsung mengendalikan segenap proses pengembangan itu, dan mendedikasikan waktu yang amat intensif untuk menjaga keberhasilannya. Sebab sekali lagi, “if you focus on people, everything else will be running brilliantly,” begitu kata salah seorang pakar manajemen. Tumbuhkan orang-orang hebat pada setiap lini, maka seluruh proses bisnis di perusahaan Anda dengan sendirinya akan mekar penuh kecemerlangan.

Ibu Karen, selamat menunaikan tugas mulia nan suci ini. Teriring doa dari saya serta segenap pembaca Blog Strategi + Manajemen untuk kemuliaan dan kesuksesan Ibu……

Photo credit by : James Jordan under creative commons license.

Tidak ada komentar: